Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang...

Senin, 29 Maret 2010

Pernikahan...

Pernikahan, siapa yang tidak mengenal kata itu, siapa yang tidak ingin melaksanakan ibadah yang satu itu, dan siapa yang tidak bahagia ketika menjalankan itu. Aku rasa jawabannya tidak ada. Semua pasti ingin menikah, Menyempurnakan separuh agama dan merayakan kebahagiaan pernikahan bersama kekasih halal…

Yap semua menginginkannya, begitu juga aku. Salahkan bila aku menolak suatu ajakan pernikahan karena aku belum siap, salah kah bila mementingkan amanahku terlebih dahulu sehingga aku menolak untuk mendekatkan diri kearah itu…??? Ya Allah semoga saja keputusan yang ku ambil itu tidak salah.

Palembang, 23 Maret 2010

Pagi itu terasa aneh untukku, firasat buruk yang mengelayut menimbulkan kegelisahan dalam diri ini hingga aku menulis di status facebook ku.

“Pagi yang cerah, mentari yang indah kan menyapa... namun knapa tiba hati ini terasa hampa, mungkinkah ini suatu pertanda akn datangnya sebuah musibah, semoga saja tidak seperti yang ku duga, krn biasany firasat ini tdk prnh salah.... Smga tak ada berita duka seperti sebelum2nya... Amin.”

Hari itu hari selasa, ku memulai kuliah perdanaku dihari itu. Alhamdulillah Dosen yang mengajar sangat bersahabat hingga membuatku sedikit relex. Namun setelah selesai perkuliahan tiba2 jantungku berdegup lebih kencang seolah-olah, keringat dingin bercucuran dan kepala ku terasa sangat pusing seperti dipukul sesuatu yang berat berkali-kali. Ku tahan semua sakit itu, mencoba mengendarai kuda matic ku menuju kosan teman untuk sejenak beristirahat sambil menghabiskan waktu hingga menuju waktu berikutnya menemui saudari ku tercinta. Beruntung, Allah memberiku kekuatan dan keselamatan hingga aku dapat sampai dengan selamat dikediaman teman sekelasku. Disana aku mencoba menenangkan diri untuk sholat Duha dan tilawah hingga panggilan dari seseorang teman yang telah q nanti dan aku pun menuju ketempat yang telah disepakati. Pasang senyum lebar dan wajah yang cemerlang sebelum ku menemuinya untuk membuat hatiku sedikit riang dan tenang dalam kondisi sedikit menghimpit.

Bertemu dan makan siang, seperti hari2 biasa jika bertemu tidak lepas dari hunting makanan maklumlah kami memang suka makan. Hunting makanan hunting Masjid, satu slogan yang tak terlupakan namun saat itu belum waktu sholat jadi hanya hunting makanan. Ada raut yang berbeda dari wajah yang akrab ku sebut embun pagi. Ada sedikit beban dimatanya yang harus diluapkannya. Yup malam sebelum pertemuan kami, Dia menelpon to bertemu. Ada hal yang penting yang ingin dikatakannya. Dia terdengar begitu bersemangat, dan aku pun yang saat itu sedang membaca buku turut bersemangat entah apa yang dia katakana panjang lebar, konsentrasiku tak tertuju padanya karena buku yag ku baca sangat menarik minatku untuk membaca di tambah dengan suara hp yang tidak jelas, yang jelas terdengar hanyalah perjanjian to bertemu esok hari karena ada hal penting yang ingin dia sampaikan(Af1 y ukhti). Penasaran sangat apa yang akan dia katakkan, namun hal itu hilang seketika karena ad seorang teman yang menanggapi kepentingannya yang berbeda. Kembali di pertemuan siang itu, porsi ayam bakar dan the botol yang seharusnya menggugah selera q namun karena keadaan q yg tidak fix kupaksakan butiran nasi masuk ke dalam mulutku. Embun pagi itu terlihat serius, sangat serius dari sebelum-sebelumnya… Karena aku tidak suka suasana serius sesekali aku buat lelucon dan melemparkan tawa mencoba meringankan bebanku dan bebannya.

Sungguh diluar dugaanku apa yang dia katakan, seperti jawaban dari perkataan ku semalam. Saat aku membaca buku karya Ust. Salim A. Fillah yang berjudul Saksikanlah Bahwa Aku Seorang Muslim dalam bab Manhaj, Nomor Dua, Ayat-Ayat Cinta Fl ShirazyAlur Perayaan Cinta dsb. yang isinya mengenai pernikahan. Sempat terpikir olehku untuk menikah muda agar ketika anak2 ku dewasa, aku masih bisa merasakan zaman muda mereka, dan mereka pun bisa merasakan kehangatan pelukan ku dengan semangat menjadi seorang ibu. Indahnya pacaran setelah menikah seperti buku ustad salim yang lain. Aku ingin memenuhi separuh agamaku dengan segera sebelum menua dan rambut memutih, karena ku tak tau usiaku sampai dimana. Angan-angan menjalani da’wah dengan kekasih halal akan lebih bermakna jika aku tak sendiri. Ku ingin menangkis kata-kata dalam buku yang ku baca “menikah dengan seorang akhwat yang shalihah adalah buah dari da’wah” (ups itu untuk ikhwah, jika akhwat sebaliknya). Disitu dijelaskan bahwa Jika statement itu dijadikan patokan untukku dan Aktivis Da’wah lainnya seolah-olah pernikahan adalah tujuan dari da’wah. Astaghafirullah… Prestasi da’wah akan lebih meningkat jika telah menikah.

Apakah mungkin jawaban Allah secepat itu, padahal itu adalah hanya sekedar impian seorang wanita yang tentang masa depannya. Saudariku mengatakan sesuatu yang sangat2 mengejutkanku. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, ini musibah atau anugrah untuk ku. Aku tidak tahu, namun aku menganggapnya sebagai suatu masalah diantara masalah2 yang ada.

Seorang temannya yang ku tak tahu dan tidak mau tahu siapa nama dan bagaimana dia, ingin mendekat denganku untuk hubungan yang halal pastinya yaitu pernikahan. Itu inti dari pembicaran kami siang itu. Dalam sebua even sang ikhwan melihatku dan entah bagaimana beliau ingin mengajukan proposal pernikahan kepadaku. Saudariku dengan tegas dan bijaksana mengatakan bahwa beliau menginginkan untuk menikah pada tahun ini dan jika aku bersedia menikah pada tahun ini dia akan menunjukan proposal itu padaku dan mungkin saja mulai diproses oleh Murobi kami. Seperti mengancam untukku, seolah-olah ketika aku mempelajari proposal itu 100 % aku akan menikah dengan beliau, padahal tidak semudah itu. Mungkin karena saudariku memahami ku dan sang ikhwan yang belum siap untuk menikah hingga ia tidak mau proposal itu ku jadikan bahan percobaan dan pertimbanganku. Tugasnya menjadi orang ketiga memang sangat berat dan dia telah lakukan sangat baik. Beruntung dan sangat2 beruntung bagiku dia tidak membawa proposal itu hingga tidak ada bahan pertimbangan untuk MR ku. Mengertinya dia hingga untuk memberikan proposal saja harus meminta izin terlebih dahulu padaku akan kesiapanku. Menurut pengalaman ku dari berbagai sumber, ketika proposal datang bukan dari murobi masing2 akan diproses oleh sang murobi. Yang terpenting adalah proposal itu masuk terlebih dahulu, urusan mo diterima atau tidak adalah urusan belakangan melalui proses yang cukup panjang tidak semudah membalikan telapak tangan agar tidak membeli kucing dalam karung begitu istilahnya. Walaupun seandainya aku mendapatkan proposal siang itu aku tidak ingin mengetahui apa isinya, biarkan MR ku yang membaca, karena ku yakin baik menurut MR ku akan baik juga untukku nantinya. Senengnya aku bisa mempertimbangkan itu untuk tidak diketahui oleh Murrobiku karena jika ia mempelajarinya dan hasil keputusannya adalah menyetujui aku menikah dengan beliau (ikhwan X) maka keputusan kembali ketanganku untuk melanjutkan ke proses berikutnya, Ta’aruf n Hitbah ( Oh tidak…..!!!).

Setelah berkonsultasi kepada MR, satu pertanyaan pembuka ku adalah “ Mbak, boleh tidak qt menolak Proposal?”, mb pun sedikit terkejut. “Proposal apa?”tanyanya”Pernikahan!!! Kenapa ditolak, banyak orang2 menunggu ko’ mentari mo menolak.” Murobiku sangat bijaksana, santun dalam berbicara dan suple dalam mengatakan sesuatu namun kata2 yang dikeluarkannya selalu bermakna. Itu yang aku suka, panjang lebar aku bercerita siang itu. Hingga akhir keputusannya adalah terima dulu proposalnya, siapa tahu ikhawan itu memang yang terbaik untukku. Aku juga tidak mau egois, mematahkan ikhtiar beliau dengan tidak mengetahui siapa dan bagaimana beliau barulah aku bisa memutuskan untuk kelanjutannya. Namun aku takut sekali jika melalui proses dan akhirnya nanti akan menikah ditahun ini, sedangkan amanahku saja belum bisa ku selesaikan. Yang sekarang sedang ku usahakan adalah skripsiku. Jika semua itu lancar InsyaAllah tahun ini penambahan nama secara akademik akan diperoleh. Harus tahun ini!!!

Oh pernikahan, kata-kata yang menakutkan untukku saat ini. Walau aku tidak tahu apakah beliau ikhwan sepergerakan, atau lelaki hanif. Aku tidak tahu. Yang ku tahu adalah beliau seorang lelaki yang bagus agamanya, ku menilai dari cara dia. Karena saat melihat aku pertama kali dia ingin melanjutkan ke hubungan yang lebih serius yaitu pernikahan bukan malah meminta nomor telponku untuk mungkin sekedar sms semata atau mungkin ingin mengajak pacaran. Aku juga percaya, saudariku tersayang tidak mungkin mengizikan sang ikhwan untuk “mendekati”ku jika dia bukan orang yang baik agamanya. Ba’da magrib ku berkumpul bersama ayah dan ibu, dengan sedikit bercanda ku beratanya “ Yah, gimana ko aku nikah tahun ini?” reflek saja ayah menjawab “Selesaikan kuliah dulu baru mikirin nikah”. Duh untuk memikirkan saja aku dilarang apalagi melaksanakannya. Ayah lebih lanjut mengatakan karena tahun ini anggaran dana yang mereka keluarkan sangat banyak, apalagi untuk biaya wisudaku nanti, tidak dapat kubayangkan jika aku menikah tahun ini tentunya aku akan sangat menyulitkan mereka.

Hari itu ternyata begitu banyak musibah yang menimpaku, sepulang ku kerumah laptop ku mati. Rusak entah kenapa, “Ya Allah, kejutan apalagi yang kuterima hari ini. Kuatkan Aku ya Allah…” do’aku dalam hati. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi bila laptopku rusak hingga data2 yang ada didalamnya hilang. Hidupku ada di laptop itu, materi tarbiah, buku2 download, proposal, RPP dan banyak lagi ada disana semua. Mencoba bertahan dalam himpitan dan masalah. Yang turut sedih adalah teman karibku, panggil saja Yani. Data-data yani pun tersimpan disana, tugas akhirnya ada disana. Airmatanya terjatuh mengetahui keadaan laptopku. Aku tidak mau ikut menangis karena aku rasa airmataku telah kering karena masalah2 yang menghadang sebelum-sebelumnya dan kalaupun aku menangis bagaimana dengan yani. Aku harus lebih kuat daripada dia. Harapan kami masih ada esok hari, siapa tau sekarang laptop sedang ngambek dan esok hari dia akan tampil kembali.

24 Maret 2010

Allah berkehendak lain pagi itu tak ada tanda-tanda kehidupan dalan diri laptop ku. “Windows is Corrupt” pesan yang ku baca pada layar hitamnya. “Innalillahiwainnailaihirojiun…” hanya itu yang bisa aku katakan. Lebih dari ku, yani lebih terpukul. Tangisnya makin menjadi, namun ia harus menghentikannya karena dia harus kuliah. Akhirnya air mataku jatuh jua, aku tidak dapat membendungnya lagi. Dari masalah PPL, Laptop, Ayah yang sedang sakit, masalah dari teman lama yang tiba2 datang entah kenapa dia marah, dll. “Ya Allah, Engkau sungguh menyayangiku. Selama ini aku mendapatkan kasih sayangmu dengan manjaMu namun Engkau menguji mengingiknan aku untuk lebih dewasa,Aku terima dan berilah hambamu ini kekuatan Ya Allah…” Sungguh aku butuh seseorang yang bisa meminjamkan telinga, bahunya untukku. Tapi tidak ada, aku tidakkan kecewa karena aku yakin Aku tidak sendiri, karena Allah selalu dihatiku. Aku tidak akan menangis dihadapannya(yani) karena dia pasti akan sedih, begitu juga temen yang lain mereka punya masalah juga jadi egoisnya aku bila saat seperti ini aku ingin didengar. Satu sohib terbaikku dari masa SMA sampai sekarang, boneka Pooh yang dapat ku apakan sepuasku. Telpon berdering, saudariku terdekat memanggil. Sungguh bukan dia yang salah tapi aku, dia benar menanyakan kepastian proposal itu n mencoba menjelaskan pendapat sang ikhwan yang seolah2 memaksaku, atas pengertiannya harusnya aku berterimakasih namun dia malah menjadi sasaran kemarahannku.” Bismillah, ane nolak” jawabanku penuh emosi dan ketegasan lalu menutup telponnya tak lupa dengan salam kemudian kulempar saja hp itu. Panggilan tak sesuai harapan. Aku g badmood, bener aku merasa bersalah dengan mengambik keputusan dan caraku yang salah padanya. Sungguh q tak bermaksud begitu ukhtiku… Alhamdulillah, semuanya kembali baik….

Seandainya aku bisa berbicara dengan ikhwan itu maka akan kukatakan “Bismillahirohmannirohim... Af1 ane tdk bs, msih ad amanah yg hrs dselesaikn. Percayakn smua pada Allah... psti kn indah pada waktuny...”

Ya Allah mudah2n keputusan yang ku Ambil adalah yang benar…. Kadang aku berfikir kenapa rasa takut ini terus menggelayuti, padahal tak sepantasnya aku takut. Manfaat pernikahan itu sudah ku ketahui mungkin karena q masih dibangku kuliah jadi aku berat to memikirkannya ditambah lagi dengan situasi yang tidak mendukung. Kedudukan diriku seolah2 menjadi anak tunggal dirumah, membuatku menjadi pemilik tunggal amanah dan harapan orangtua yang aku sayangi. Impian mereka adalah tanggung jawabku, kebahagiaan mereka adalah syurgaku, Aku ingin menjadi amal jariyah buat mereka. Memberikan rasa bangga atas apa perjuangan mereka. Memberikan apa yang aku punya hanya untuk mereka. Bukan berarti aku tidak bisa melakukan semua itu setelah nanti aku menikah, sekarang aku hanya taku perhatian ku terbagi antara suami dan orang tua. Aku tidak mau ada kecemburuan dihati orang tuaku apalagi aku masih kuliah pastinya Ayah dan Ibu masih memikirkan pendidikn ku. Yang dinanti mereka saat ini adalah menghadiri perayaan wisuda putri bungsunya dengan pakaian toga. Jadi ku fokuskan ke pendidikan dahulu, bukan berarti ku menyepelekan masalah pernikahan.

Andai saja proposal itu datang setelah aku wisuda pasti aku tidak akan menolak untuk mempelajari dan memprosesnya lebih lanjut melalui Murrobiku tapi saat ini aku sedang mempersiapkan kearah itu. Bukankah persiapan untuk menikah harus dimula dari sekarang. Aku masih belajar kearah sana walau aku tahu ketika ku sudah menikah belajarpun harus tetap dilakukan. Sekarang rasa takut itu sedikit berkurang karena aku mencoba menguranginya. Beberapa bulan lalu aku bener2 takut untuk menikah, ku coba untuk menghindari pembahasan masalah itu namun tidak dapat ku lepaskan. Dirumah, kampus, liqo yang dibahas malah menikah terus sampe di Facebook juga ada teman yang suka mengodaku untuk menikah. Sampe rasanya capek sendiri,seseorang memberi nasehat padaku “wajar bila mentari takut tapi jangan terlalu takutnya ntar gak mo nikah bisa gawat. Sekarang adalah masa belajar. Belajarlah untuk menuju kepelaminan, belajarlah untuk menghilangkan rasa takut dan trauma itu, setidaknya dikurangi sedikit demi sedikit.”

Menetralisir ketakutan itu, ku coba mengikuti training2 pernikahan, membaca buku2 tentang itu dan mencoba turut serta ketika mbak2 ku dita’lim membahas masalah itu walau aku tak tau ya menjadi pendengar yang baik saja sdh cukup. Belajar dalam diam ku, itu lebih baik bagiku. Menemui beberapa teman yang seperjuangan namun mereka telah siap kearah nikah menjadi motivasi ku untuk bisa seperti mereka.

Aku yakin (walau ku tidak istigharah dalam memutuskan proposal itu saat ini) saat itu akan tiba, Atas kehendaknya Allah akan memberikan yang terbaik di waktu yang tepat. Seperti dalam surat cinta Nya. An-Nur : 26

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)”

Aku percaya bila seseorang yang saat ini memang terbaik untukku, Engkau akan memberikannya dengan penuh kejutan disaatnya nanti, namun jika bukan maka Kau akan memberikan yang terbaik untukku. Seorang pangeran yang siap menerima manjaku, sifat pelupakku, kekanak-kanakanku dan banyak lagi keegoisanku. Dan akupun kan berusaha menjadi bagian yang terbaik baginya, mencoba menjaga kehormatanya dan berusaha menjadi perhiasan didunia hanya untuknya seorang. Istri,sahabat, dan Ibu bagi anak2nya..Pastinya dia datang dengan cara yg syar’i tanpa ada kerusakan dihati. (duh, sok romantis nich...)

Dan diayat yang lain:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. “ Ar-Ruum : 21

Salah satu ayat yang memerintahkan Manusia tu menikah, jika Allah yang memerintahkan kenapa aku harus takut. Sekarang mencoba membuka diri dan melunakan hati. Jika datang waktunya nanti, InsyaAllah ku kan laksanakan perintah ini sesuai Syar’i. Amin


_Mentari Syifazillah RIzky_

___ad-dhoif___


Tidak ada komentar: